Halaman

Minggu, 01 April 2012

DIABETES MELLITUS

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS

A.   Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat di
sembuhkan tetapi dapat dikontrol yang di karakterisasikan dengan hiperglikemia
karena definisi insulin atau ketidakadekuatan penggunaan insulin, (Engram,
1998).
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kro -nik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pa-da mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai le si pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektronik.
(Mansjoer, 2001).
Diabetes mellitus adalah gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme
karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara
relatif kekurangan insulin. (Tucker, 1998).

B.   Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1.      Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin.
      Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan
2.      Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1.)    Non obesitas
2.)    Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.  Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
3.      Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
1.)    diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2.)    Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik.
4.      Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus

C.   Etiologi
1.      Diabetes tipe I:
Menurut Mansjoer dkk. (1999), Diabetes Mellitus tipe ini disebabkan oleh deskripsi sel beta pulau langer haus akibat proses auto imun, sebab -sebab multi faktor seperti presdisposisi genetik.
a.       Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b.      Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c.       Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2.      Diabetes Tipe II
Menurut Mansjoer dkk. (1999), Diabetes mellitus tipe ini disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin, resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukkosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak ada maupun mengimbangi resestensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama
bahan perangsang sekresi insuin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensetisasi terhadap glukosa.
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel ? tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga

D.   Anatomi dan fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar  5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa  dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan  embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
a.       Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b.      Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1.             Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2.             Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3.             Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang  normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh  dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
E.   Patofisiologi
1.      Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel ? pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), Pada Diabetes Tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan).  Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar : akibatnya,
glukosa ter-sebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlabihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolis -me protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

2.      Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel ? tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
Menurut Brunner dan Suddarth(2001), Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insuliin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.  Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan
pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk
mengimbangi pe-ningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

3.      Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

F.     Patoflow
http://ilmukeperawatan.com/image/path_dm.gif

G.  Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi 
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
Diagnosis DM Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) ditandai dengan adanya gejala berupa :
a.       polifagia, (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
b.      poliuria (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
c.       polidipsia, (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
d.      Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e.       Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

Menurut Price (1995) manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut :
1.      DM tergantung insulin / DM Tipe I
Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia, turunnya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa minggu, pende-rita menajdi sakit berat dan timbul ketosidosis dan dapat meninggal kalau mendapatkan pengobatan dengan sege -ra, biasanya diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.
2.      DM tidak tergantung insulin / DM Tipe II
Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, pada hiperglikemia yang lebih berat, mung -kin memperlihatkan polidipsi, poliuri, lemah, dan somno-len, biasanya tidak mengalami ketoasidosis, kalau hiperglikemia berat dan idak respon terhadap terapi diet mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glu -kosanya. Kadar insulin sendiri mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi tetapi tidak memadai untuk mem-pertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.
H.  Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan menurun. Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnose
I.      Pengobatan dan Terapi
Regulasi glukosa darah merupakan kunci dalam pencegahan komplikasi dan perkembangan penyakit diabetes. Pengaturan istirahat, makan(diet) dan olah raga perupakan terapi pokok dalam pengelolaan DM di samping pemberian obat berkhasiat menurunkan glukosa darah (hipoglikemik) (Hendromartono,2004).
Obat-obat Anti Diabetes, disingkat OAD, mengalami perkembangan yang cukup pesat. Saat ini dapat dijumpai OAD yang praktis, hanya diminum sekali sehari, dan selain menurunkan kadar gula darah juga menjaga kesehatan sel Beta Pankreas, meningkatkan fungsi sel-sel Beta Langerhans di Pankreas, mencegah resistensi, ini yang penting. Namun OAD yang lama juga masih tetap dipakai karena pertimbangan harga.
Yang harus diketahui: agar angiopati diabetik tidak mudah timbul, hindarkan terjadinya NSH (Nocturnal Symptompless Hypoglycemia). NSH bisa timbul bila OAD golongan tertentu diberikan pada sore atau malam hari, sehingga pada malamnya timbul NSH. NSH ini akan merangsang sekresi katekolamin, kortisol, growth hormon, dan glukagon yang semuanya mempercepat terjadinya angiopati diabetik. Karena itu, apabila memberikan OAD golongan tertentu, misalnya golongan glibenklamid, berikanlah pada pagi dan siang hari, jangan pagi dan sore hari.
Karena kejenuhan, biasanya penderita DM suka berganti-ganti metode pengobatan. Bermacam-macam terapi alternatif ditempuh. Teman bilang ini dituruti, saudara bilang ke sana maka dia pun ke sana, baik pengobatan modern maupun pengobatan alternaif yang bermacam ragamnya. kadang-kadang satu macam pengobatan belum menampakkan hasilnya, sudah berpindah lagi.Ini yang harus diperhatikan, apa pun pengobatan yang ditempuh, tetap harus rajin mengukur kadar gula darahnya, untuk bisa melihat kemajuan pengobatannya. Minimal sebulan sekali. Saat ini sudah banyak alat pengukur gula darah, jika bisa memliki sendiri juga baik. Sekali-sekali memeriksakan juga kadar HbA1c. Namun tetap diperlukan nasehat dari dokter untuk pemilihan, pemantauan dan analisa terapi yang dijalani.

1.      Terapi Heral pada DM
Banyak tanaman obat untuk menurunkan kadar gula dalam darah, jika diperhatikan memang tumbuhan obat tersebut berasa pahit. Di antaranya :
1. Daun Kumis Kucing
2. Daun Tapak Dara
3. Brotowali
4. Biji Mahoni
5. Buah Pare
6. Buah Mengkudu
Untuk buah Pare cara pengolahannya adalah dibuat masakan, sebaiknya tidak dihilangkan rasa pahitnya. Buah Mengkudu biasa dimakan langsung atau diperas dibuat minuman/juice, dicampur dengan madu atau perasa lain untuk menghilangkan baunya yang menusuk. Untuk bahan obat yang lain umumnya masing-masing direbus dengan air kira-kira 3 gelas sampai mendidih dan jumlah air berkurang menjadi 1 gelas, lalu airnya diminum.
Sebaiknya meskipun pengobatan tradisional ini aman dan katanya tidak ada efek samping, tetap disarankan untuk tidak berlebihan dan tidak semua dijalani sekaligus.
2.      Terapi Akupunktur pada DM
Terapi akupunktur sudah umum dikerjakan di Cina guna mengobati penyakit DM. Pada tahun 1994, Chen dkk melakukan penelitian terapi akupunktur terhadap 60 pasien. Sejumlah pasien tersebut mempunyai criteria yang hamper sama, baik dari sisi gejala klinis maupun hasil pemeriksaan lab (hasil tes gula darah dan kencing). 60pasien tersebut dibagi dlm dua kelompok secara acak, masing-masing (38) untuk kelompok perlakuan dan sisanya (22) adalah kelompok control. Kedua kelompok mendapatkan diet yang sama selama masa percobaan. Kelompok perlakuan diberikan terapi akupunktur pada titik-titik LI-11, Sp-6, St-36, Bl-20, LU-10,CV-4, GV-20, selama 30 hari bertutut-turut.
Hasilnya, 25 dari 38 pasien yang diterapi dengan akupunktur mempunyai kadar gula darah puasa = 130mg/dl sedangkan kadar gula darah 2 jam sesudah makan <= 150mg/dl. Pada 10 pasien terjadi perbaikan gejala klinis, GDP ,150mg/dl dan GD2JPP , 180 mg/dl. Sedangkan tiga pasien sisanya tidak memberikan respon.
Dalam penelitian tersebut lebih jauh dilaporkan bahwa terapi akupunktur pada pasien diabetes menghasilkan penurunan bermakna secara statistic pada kadar kolesterol darah, kadar trigliserida, dan beta lipoprotein. Penurunan yang sangat mencolok didapatkan pada kadar trigliserida darah dari 151 sampai mencapai 117, berarti mengalami penurunan sampai > 20 %.
Hou Al (1993) dalam penelitian menggunakan titik Sp-6 sebagai titik utama ditambah titik-titik feishu (BL-13),sanjiaoshu (BL-22), zuzsanli (ST-36), taixi (KI-3) ditambah shenshu (BL-23) pada 30 sampel pasien diabetes. Untuk satu seri terapi dilakukannya setiap hari selama 12 hari.
Dilakukan penusukan jarum pada titik tersebut di atas, setelah terasa deqi jarum dibiarkan tinggal selama 30 menit. Dia memperoleh hasil terbaik pada pasien dengan usia yang lebih muda dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada pasien yang berusia lebih tua. Criteria yang dipakai adalah penurunan gula darah menjadi normal atau mendekati normal. Untuk memperoleh hasil optimal, Hou Al melakukan antara 2-3 seri dengan selang waktu 2-3 hari istirahat, antara setiap seri terapi.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Liu Zhicheng dan Sun Fengmin dari salah satu perguruan tinggi Traditional Chinese Medicine Nanjing (1994) menyampaikannya pada kesimpulan bahwa : terapi akupunktur pada pasien usia muda lebih baik hasilnya jika dibandingkan dengan kasus diabetes pada penderita usia tua. Demikian juga hasil terapi akan lebih baik pada kasus diabetes ringan daripada yang lebih berat.

J.     Komplikasi
Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999) :
a.       Komplikasi akut
1).Kronik hipoglikemia
2).Ketoasidosis untuk DM tipe I
3).Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
b.      Komplikasi kronik
1)      Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
2)      Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retino -pati diabetik dan
nefropati diabetic
3)      Neuropati diabetic
4)      Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5)      Ulkus diabetikum
Pada penderita DM sering dijumpai adanya ulkus yang disebut dengan ulkus diabetikum. Ulkus adalah ke-matian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman sap rofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus terjadi karena arteri menyempit dan selain itu juga terdapat gula berlebih pada jaringan yang merup akan
medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul pada daerah yang sering
mendapat tekan-an ataupun trauma pada daerah telapak kaki ulkus
berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa jaringan
tanduk lemak, pus, serta krusta di atas. Grade ulkus diabetikum yaitu :
1)      Grade 0 : tidak ada luka
2)      Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit
3)      Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4)      Grade III : terjadi abses
5)      Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal
6)      Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkak bawah distal.
Pengobatan dan perawatan ulkus dilakukan dengan tujuan pada penyakit
yang mendasar dan terhadap ulkusnya sendiri yaitu :
Usahakan pengobatan dan perawatan ditujukan terhadap penyakit terhadap
penyakit kausal yang mendasari yaitu DM.
Usaha yang ditujukan terhadap ulkusnya antara lain dengan antibiotika atau
kemoterapi. Pemberian luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan
klorida atau larutan antiseptik ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganat 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang da -pat merata tekanan tubuh
terhadap kaki yang luka. Am-putasi mungkin diperlukan untuk kasus DM

K.  Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan bayi > 4000 gr, riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.
Cara pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah:
1.      Tiga hari sebelum pemerksaan pasien makan seperti biasa.
2.      Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3.      Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4.      Perikasa glukosa darah puasa.
5.      Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.
6.      Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7.      Selama pemeriksaan, pasien yang diperisa tetap istirahat dan tidak merokok.
             Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu  > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang alain atau TTGO yang abnormal.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis (mg/dl)
1.      Glukosa darah sewaktu
2.      Kadar glukosa darah puasa
3.      Tes toleransi glukosa

Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa dalam darah
-          Plasma vena
-          Darah kapiler
Kadar glukosa dalam darah
-          Plasma vena
-          Darah kapiler

<100
<80

<110
<90

100 – 200
80 – 200

110 – 120
90 – 110

>200
>200

>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1.      Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.      Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

L.   Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.      Diet
2.      Latihan
3.      Pemantauan
4.      Terapi (jika diperlukan)
5.      Pendidikan

Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluahan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
mencegah komplikasi tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan
kadar glukosa. Penatalaksanaan pada diabetes melitus yaitu :
a.      Perencanaan makan
Menurut Tjokro Prawiro (1999) Pada konsensus perkumpulan endokrinologi
indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah
santapan dengan komposisi seimbang berupa :
Karbohidrat : 60-70 %
Protein : 10-15 %
Lemak : 20-25 %
Pada diet DM harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis
makan yang harus dipantang gula.
Menurut Tjokro Prawiro,(1999) Penentuan gizi penderita dilakukan dengan
menghitung prosentase Relatif Body Weigth dan dibedak an menjadi
1). Kurus : berat badan relatif : <90%
2). Normal : berat badan relatif : 90-110%
3). Gemuk : berat badan relatif : >110 %
4). Obesitas : berat badan relatif : >120 %
a). Obesitas ringan 120 – 130 %
b). Obesitas sedang 130 – 140 %
c). Obesitas berat 140 – 200 %
d). Obesitas morbid > 200 %
Apabila sudah diketahui relatif body weigthnya maka jumlah kalori yang
diperlukan sehari-hari untuk penderita DM adalah sebagai berikut :
1). Kurus : BB x 40-60 kalori / hari
2). Normal ; BB x 30 kalori / hari
3). Gemuk : BB x 20 kalori / hari
4). Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari
b.      Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secar teratur 3 -4 x tiap minggu selama ½ jam.
Latihan dapat dijadikan pilihanadalah jalan kaki, joging, lari, renang,
bersepeda dan mendayung.
Tujuan latihan fisik bagi penderita DM :
1). Insulin dapat lebih efektif
2). Menambah reseptor insulin
3). Menekankenaikan berat badan
4). Menurunkan kolesterol trigliseriid dalam darah
5). Meningkatkan aliran darah
c.       Obat berkhasiat hipoglikemik
1). Sulfonil urea
2). Biguanid
3). Inhibitor alfa glukosidase
4). Insulin sensitizing agen
Indikasi penggunaan insulin pada DM Tipe I adalah sebagai berikut :
1). DM dengan berat badan menurun cepat
2). Ketoasidosis, asidosis laktat, dan hipoosmolar
3). DM stress berat (interaksi sistemik, operasi berat)
4). DM kehamilan
5). DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontra indikasi dengan obat tersebut.
d.      Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala, jenis
atau macamnya, komplikasi, pena -talaksanaan pada penderita DM.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar