LAPORAN PENDAHULUAN
1. MASALAH UTAMA
Gangguan Persepsi Sensorik : Halusinasi
2. PENGERTIAN
Halusinasi adalah salah satu cara respon maladaktif individu yang berada dalam rentang neurobiologis (struart dan Araira, 2001). Ini merupakan respon paling maladaktiv. Jika orang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasika stimulus berdasarkan informasi yang diterimanya melalui panca indera. Stimulus tersebut tidak ada pada pasien halusinasi.
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).
Menurut Maramis (1998) : halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu sebenarnya yang tidak terjadi. Perubahan persepsi sensorik adalah suatu keadaan individu yang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat disertai dengan pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan respon perubahan yang sering ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas adalah halusinasi dan dipersonalisasi (Stuart and sunden, 1998) Struart and Sunden, 1998 mengelompokan karakteristik halusinasi sebagai berikut :
1) Halusinasi Pendengaran (Auditori)
· Karakteristik,
Mendengar suara, paling sering suara orang yang membicara sesuatu.
· Perilaku Klien yang diamati
§ Melirikan mata kekiri dan kekanan mencari orang yang berbicara,
§ Mendengarkan penuh perhatian pada benda mati,
§ Terlihat percakapan dengan benda mati.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual)
· Karakteristik,
Stimulus penglihat dalam bentuk pancaran cahaya atau panorama yang luas dan komplek.
Stimulus penglihat dalam bentuk pancaran cahaya atau panorama yang luas dan komplek.
· Perilaku Klien yang diamati
§ Tiba-tiba, tanggap, ketakutan pada benda mati,
§ Tiba-tiba lari keruang lain tanpa stimulus.
3. KLASIFIKASI HALUSINASI
a. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
c. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
e. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
4. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata – kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati. Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organik.
5. TANDA DAN GEJALA
Klien dengan halusinasi sering menunjukan adanya (carpenito, L.J, 1998: 363, Townsend, M.C, 1998, Stuart and Sunden 1998: 328-329):
Data Subjektif
1) Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat.
2) Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
3) Mengeluh cemas dan khawatir
Data Objektif
1) Mudah tersinggung
2) Apatis dan cenderung menarik diri
3) Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti bicara seolah-olah mendengar sesuatu
4) Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
5) Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
6) Gerakan mata yang cepat
7) Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah
8) Kadang tampak ketakutan
9) Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek)
6. PENYEBAB
Stuart and Sunden (1998 : 305) mengemukakan faktor predisposisi dari timbulnya halusinasi, antara lain:
1) Faktor Biologis
1. Abnormalitas otak seperti : lesi pada areo frontal, temporal dan limbic dapat menyebabkan respon neurobiologist
2. Beberapa bahan kimia juga dikaitkan dapat menyebabkan respon neurbiologis misalnya: dopamine neurotransmiter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara dopamine neurotransmiter lain dan masalah-masalah pada sistem receptor dopamine.
2) Faktor sosial Budaya
Stres yang menumpuk, kemiskinan, peperangan, dan kerusuhan, dapat menunjang terjadinya respon neurobiologis yang maladaftive.
3) Faktor Psikologis
Penolakan dan kekerasan yang dialami klien dalam keluarga dapat menyebabkan timbulnya respon neurobiologis yang maladaftive
Stuart and sunden (1998: 310) juga mengemukakan faktor pencetus terjadinya halusinasi antara lain:
Stuart and sunden (1998: 310) juga mengemukakan faktor pencetus terjadinya halusinasi antara lain:
1. Faktor biologis
Gangguan dalam putaran balik otak yang memutar proses informasi dan abnormaltas pada mekanisme pintu masuk dalam otak mengakibatkan ketidakmampuan menghadapi rangsangan. Stres biologis ini dapat menyebabkan respon neurobiologis yang maladaftive.
2. Faktor Stres dan Lingkungan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan perilaku. Klien berusaha menyesuaikan diri terhadap stressor lingkungan yang terjadi.
3. Faktor Pemicu Gejala
a) Kesehatan Gizi yang buruk, kurang tidur, kurang tidur, keletihan, ansietas sedang sampai berat, dan gangguan proses informasi.
b) Lingkungan
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah perumahan, gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial), tekanan pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah perumahan, gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial), tekanan pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
c) Sikap/ perilaku
Konsep diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri), kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas, perilaku amuk dan agresif.
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
7. EMPAT TAHAPAN HALUSINASI, KARAKTERISTIK DAN PERILAKU YANG DITAMPILKAN
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I
· Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan.
· Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
· Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
· Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.
· Tersenyum, tertawa sendiri
· Menggerakkan bibir tanpa suara
· Pergerakkan mata yang cepat
· Respon verbal yang lambat
· Diam dan berkonsentrasi
Tahap II
· Menyalahkan
· Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipasti
· Pengalaman sensori menakutkan
· Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
· Mulai merasa kehilangan control
· Menarik diri dari orang lain non psikotik
· Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
· Perhatian dengan lingkungan berkurang
· Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
· Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
Tahap III
· Mengontrol
· Tingkat kecemasan berat
· Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
· Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
· Isi halusinasi menjadi atraktif
· Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
· Perintah halusinasi ditaati
· Sulit berhubungan dengan orang lain
· Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
· Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat
Tahap IV
· Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
· Klien panic
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
· Perilaku panic
· Resiko tinggi mencederai
· Agitasi atau kataton
· Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
8. AKIBAT
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Kelliat, BA, 1998: 27). Menurut Townsend, M.C, 1998: suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik diri sendiri dan orang lain.
9. MASALAH DAN DATA YANG HARUS DIKAJI
Masalah Keperawatan terdiri dari Data Subjektif dan Data Objektif
Masalah Utama : Gangguan persepsi sensori halusinasi
Masalah Keperawatan :
DS :
§ klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu
§ klien tidak mampu mengenal tempat, waktu dan orang
§ klien mengatakan merasa kesepian
§ klien mengatakan tidak berguna
DO :
§ tampak bicara dan tertawa sendiri
§ mulut seperti bicara tetapi tidak keluar suara
§ berhenti berbicara seolah melihat dan mendengarkan sesuatu
§ gerakan mata yang cepat
§ tidak tahan terhadap kontak mata yang lama
§ tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara
§ tidak ada kontak mata
§ ekspresi wajah murung, sedih tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri, kurang aktivitas
§ tidak komunikatif
10. RENTANG RESPON
Rentang respon halusinasi ( berdasarkan Stuart dan Laria, 2001).
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Distorsi piker Gangguan pikiran
Persepsi kuat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi meningkat Sulit berespon emosi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa Perilaku disorganisasi
Berhub. Sosial Menarik diri Isolasi social
11. POHON MASALAH
Resiko Tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
^
CP : Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Auditori dan
Visual
^
(Pohon masalah Keliat, 1998: 6)
12. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi auditori
2. Halusinasi berhubungan dengan kurangnya interaksi social
3. Harga diri rendah berhubungan dengan halusinasi
13. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar